Luka mengajarkanku akan pelupuk mata yang basah, Perih dari cinta yang kian mendalam
Peluk air matamu membingkai kisahku, bagai tanah mendekap isak tangis langit
Aku bagai hujan yang telah reda, sedang kau bumi yang kesepian
Kumerindukan kala sepi melanda
Rintik hujan menyapamu
Menyampaikan rindu yang kuselipkan untukmu
Sesekali kukirimkan burung ke langit, agar menggaris jejakmu
Rindu kian bersembunyi di balik cuaca, di balik kastil yang mengungkungmu
Di balik cuaca kutatap kau yang berlalu, melahirkan puisi yang tertorehkan di atas awan putih
Di sana akan kau baca diamku yang menginginkanmu, dan kau dengar dengungan hati yang semakin merindu
Akankah rindu ini menjelma di antara puing reruntuhan jiwamu kala kecewa menerpa,
Dari sebuah ketulusan yang bagai misteri, hanyalah risauku yang tersusun dalam peti, peti remuk yang berisi janji
Tapi hati ini masih jua menyelipkan asa di simpul angan, mengharap sosokmu hadir di kesunyian, menepiskan rasa rindu
Kala larut malam menciptakan kesunyiaan, saat binar matamu redup dalam pandangan
Walau kau jauh, kasih ini tak akan lenyap meski sunyi membungkam, hasrat yang tak berkesudahan
Mericik dalam harap saat asmara mengembang resah, saat hati terisi sudah
Desahanku kian menguat saat sepoi angin menyapa wajahku
Dalam tatapan kosong ini dapat kau rasa rinduku yang tersirat untukmu, lembut dari kedalaman hati ini
Sedih di saat seharusnya senang, bagai menelan paku yang berlapiskan berlian
Kini hanya diam yang terlumat dalam kepekatan, hanya sendiri dalam balutan kerinduan
Sepi malam kutatap langit yang kian menggelap, sembari kulihat bayangmu di keremangan
Akulah jerit malam itu, titisan linang air mata dari sembilu penantian